Fenomena Candi Bata & Batu | Ekskavasi Candi Abang Brebah Sleman Yogyakarta Mulai Tersingkap
Candi Abang Sleman Yogyakarta |
[Historiana] - Candi Abang atau Candi merah selama ini telah dikenal masyarakat. Terutama masyarakat Yogyakarta. Keberadaan Situs Purbakala Candi Abang dengan Koordinat: 7°48′37″LS 110°28′12″BT / 7,810154°LS 110,470104°BT Lokasi Candi Abang berada di Dusun Sentonorejo, Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Sleman Yogyakarta.. Candi Abang Brebah, Sleman Yogyakarta ini telah menjadi destinasi wisata, terutama kaum milenial. Alasan utamanya karena bentuknya unik, seperti bukit teletabies. Gundukan tanah tertutupi rumput hijau ini terlihat seperti bukit-bukit dalam film teletabies. Kok hijau? bukankah kata "Abang" dalam bahasa Jawa artinya merah?
Candi Abang sebenarnya hanyalah gundukan tanah di atas bukit. Bukit ini jika di musim hujan akan berwarna hijau, sedangkan di musim kemarau tentu saja gersang. Candi Abang baru akan terlihat berwarna abang (merah) jika kondisinya benar-benar kemarau dan kering. Seperti pada umumnya, kebanyakan candi di bangun di atas bukit, karena pada masa lalu tempat yang lebih tinggi dianggap sebagai tempat yang suci (tempat tinggalnya dewa-dewi).
Keunikan dari Candi Abang adalah candi ini dibangun dengan batu bata merah. Nah, ini yang sangat menarik. Pada umumnya candi di Jawa Tengah adalah bangunan candi yang dibangun dengan batu andesit. Batu andesit adalah batuan beku vulkanik. Bisa dibayangkan batu-batu besar yang dimuntahkan Gunung Merapi. Nah, batu seperti itulah yang dinamakan batu andesit. Tapi untuk menciptakan candi yang tahan lama, dibutuhkan batuan andesit yang sempurna. Batu andesit sebagai bahan candi haruslah batu andesit yang terpendam di dalam tanah dan memang harus ditambang. Batu-batu andesit inillah yang dapat dipahat membentuk kotak-kotak saling kunci yang membentuk susunan candi.
Lihat videonya:
Batu andesit bukanlah satu-satunya batu yang digunakan sebagai penyusun candi. Ada juga batu bata merah. Di sinilah letak ciri khas dan perbedaannya. Candi di Jawa Tengah pada umumnya terbuat dari batu andesit. Sedangkan candi di Jawa Timur terbuat dari batu bata merah. Mirip dengan Candi di Jawa Barat, seperti Candi Jiwa dan Candi Blandongan di kompleks percandian Batu Jaya Karawang, Jawa Barat. Candi di Batujaya ada yang dibangun abad ke-2 Masehi hingga 8 Masehi. Terdapat 46 titik Candi dan 17 diantaranya telah dan sedang diekskavasi.
Kondisi candi berbatu bata merah yang ada di Jawa Timur saat ini rata-rata sudah hasil rekonstruksi dari gambar candi yang ada di buku History of Java milik Raffles. Jadi sudah hasil pemugaran untuk pariwisata. Padahal candi-candi di Jawa Timur rata-rata usianya lebih muda dibandingkan candi-candi di Jawa Tengah. Sedangkan candi di Jawa Tengah dibangun pada masa kekuasaan Mataram Kuno, sebuah era yang jauh lebih tua dari Majapahit.Itu sebabnya, Candi Abang menarik karena agak tidak lazim saja jika ada candi berbahan batu bata merah di daerah Jawa bagian tengah, khususnya di Yogyakarta.
Sebagai pembandingnya adalah Candi Batujaya Karawang. Usia candi dengan batu bata merah ternyata lebih tua dibandingkan dengan Candi berbahan batu andesit. Pembanding lainnya adalah Candi Muara Takus di Riau, di pulau Sumatera, candi peninggalan Sriwijaya ini ternyata memiliki usia lebih tua dibandingkan candi berbahan batu andesit. Situs Candi Muara Takus adalah sebuah situs candi Buddha yang terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Riau, Indonesia. Situs ini berjarak kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru.
Pemugaran Candi Abang
Untuk mencapai candi tersebut, bisa mencari Jalan Jogja-Solo, tepatnya di Prambanan. Begitu Sampai di Terminal Prambanan, cari Jalan Raya Jogja-Piyungan Km 8. Di situ, ada papan penunjuk kearah kanan (barat) bertuliskan Candi Abang dan Gua Sentana.Candi Abang telah 3 kali proses ekskavasi oleh BPCB Yogyakarta (hingga Mei 2018).
Ekskavasi Candi Abang Tahap II. Foto: BPCB Yogyakarta |
Ekskavasi Candi Abang tahap III, 21 Mei 2018. Foto: BPCB Yogyakarta |
Ekskavasi Candi Abang tahap III, 21 Mei 2018. Foto: BPCB Yogyakarta |
Comments
Post a Comment