Majapahit Pindah ke Jawa Barat? Majalengka Ibukota Negara RI?
Majalengka adalah Majapahit atau Majalangu |
[Historiana] - Tulisan mengenai Majapahit Pindah ke Jawa Barat? Majalengka Ibukota Negara RI? Keduanya barangkali mengagetkan dan membuat Anda mengernyitkan kening.
Dalam tulisan ini membahas Wacana kepindahan Ibukota Negara Republik Indonesia dari Jakarta ke Majalengka. Makna kata Majalengka adalah sama dengan Majapahit . Bukan yang selama ini diyakini dalam legenda bahwa asal-usul kata Majalengka dari "Maja" dan "Langka" dalam bahasa Cirebon.
Andaikata urang Majalengka yang membuat legenda itu tahu arti kata aslinya lengka (leng dibaca dalam lengkap, bukan dalam lenggang) dari bahasa Sunda/Jawa kuna yang berarti pahit, legenda itu tak kan muncul. Yaqqiin! Majalengka itu majapahit atawa majalangu (dalam bahasa Sansekerta disebut vilvatikta, dibaca wilwatikta–vilva atau bilva yang tikta atau lengka atau langu atau pahit itu buah maja alias berenuk–yang manis namanya majalegi). Kerajaan Majapahit itu suka disebut pula Majalengka atau Wilwaktikta atau Majalangu. Untuk bahasan tentang etimologis sejarah nama Majalengka, bisa baca blog Tatang Manguny.
Fokus ke dalam pembahasan kita mengenai "pindahnya " Majapahit ke Jawa Barat. Inti bahasan dalam tulisan ini adalah nama "Majalengka" adalah sama dengan "Majapahit". Seandainya keputusan politik pemerintah RI dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menetapkan Majalengka sebagai Ibukota Negara RI, maka seolah-olah Hadirnya kembali Majapahit. Misalnya kita akan menemukan pemberitaan-pemberitaan bahwa "Ibukota Negara Republik Indonesia adalah Majalengka/Majapahit". Unik kan? Seolah hadirnya kembali Majapahit dalam "wajah baru".
Perlu disinggung mengenai Budak Angon dalam Wangsit Siliwangi dan Satrio Piningit dalam "Jangka Jayabaya". Pandangan umum selama ini bahwa "budak angon" dan "satrio piningit" atau ratu adil adalah sama. Lebih dari itu, bahasan masyarakat umum lebih meluas dengan menyangkut-pautkannya dengan Imam Mahdi sebagai Ratu adil.
Dalam bahasan sejarah dengan kaidah penelitian ilmiah (bukan kebenaran ilmiah isi wangsit atau ramalan ya, -pen), adalah menempatkan objek penelitian dalam konteksnya. Dalam hal ini adalah konteks waktu dan tempat. "Budak angon" keluar dalam "Uga Wangsit Siliwangi". Sosok Siliwangi sendiri sering terjadi kesalahan sosoknya. Uga Wangsit ini "dikeluarkan" oleh Prabu Raga Mulya atau yang sering disebut Prabu Suryakancana. Jadi bukan oleh Prabu Siliwangi yang menjadi Ayahanda Prabu Walangsungsang/ Kiansantang dari Cirebon, yaitu Maharaja Sri Baduga (Sri Baduga Maharaja). Konteksnya berkaitan dengan "Burak" atau hancurnya Pajajaran oleh serangan Kesultanan Banten dan Gabungan Kesultanan Cirebon-Demak. Konon berkaitan dengan penyebaran Islam. Pelaku peristiwa penyerangan Banten juga sering salah. Pemberitaan secara tutur tinular, seolah-olah Banten dan Cirebon adalah bentuk penyerangan "Anak terhadap Ayahanda". Padahal saat penyerangan itu terjadi yang diserang bukan Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwanngi I) tetapi Prabu Suryakancana (Siliwangi VIII). Prabu Suryakancana adalah Raja Pajajaran ke-5 setelah Sri Baduga Maharaja. Demikian pula Raja/Sultan Banten dan Cirebon bukan Walangsungsang atau pula anaknya Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati)yakni cucu Sri Baduga Maharaja pajajran, tetapi turunannya.
Isi Wangsit Siliwangi sendiri berkenaan dengan adanya "seorang pemimpin di masa depan" yang disamarkan sebagai "Budak Angon". Cara pandang Prabu Suryakancana tentunya sebagai penganut Buddha Tantrayana. Jadi ketidakmungkinan bahwa yang dimaksud "Budak Angon" oleh Prabu Suryakancana adalah Imam Mahdi. Budak Angon berkaitan dengan Kosmologi Sunda
Selanjutnya mengenai Satrio Piningit berkaitan dengan Kerajaan Majapahit. Ramalan ini disebut "Jangka Jayabaya" dari Prabu Jayabaya. Ditambah lagi dalam "Serat Darmo Gandul" mengenai Sabdo Palon dan kemelut yang terjadi saat runtuhnya Kerajaan Majapahit oleh serangan Kerajaan/Kesultanan Demak. Ini juga dikaitkan dengan penyebaran Islam. Di saat runtuhnya Majapahit, raja Majapahit saat itu adalah Prabu Brawijaya V. Dan setelahnya masih ada pemerintahan darurat di pengasingan/pengungsian. Konon pemerintahan terakhir oleh Patih Hudara hingga tahun 1518 Masehi.
Jadi ramalan Satrio piningit pun sepertinya tidak sama dengan Budak Angon berdasarkan latar belakang kemunculan ramalan ini. Apalagi disangkut-pautkan dengan Imam Mahdi. Satrio piningit berkaitan dengan Kosmologi Kejawen.
Kehadiran Imam Mahdi berkaitan dengan konsepsi keagamaan Islam. Jadi saya kira tidak berkaitan dengan kosmologi lokal di Jawa.
Bukan hanya Islam, Serat Darmogandul dan Uga Wangsit Siliwangi sering "ditarik-tarik" ke agama lain dan kepentingan politik. Mari kita menempatkannya dalam kajian filologis dan historis. Semua berawal dari sebuah legenda lokal. Semoga tidak kita maknai terlalu luas, apalagi sampai mengorbankan agama dengan menyamakannya dengan legenda lokal yang sangat mungkin salah dan bertentangan dengan agama. Sekalipun memang tidak sampai legenda ini berkaitan dengan syariat. Hanya sebuah sejarah atau tarikh.
Majapahit sebagai National State Kingdom di masa lalu mengilhami lahirnya bangsa Indonesia. Oleh karena itu, hadirnya kembali "jiwa dan semangat" kebesaran kerajaan Majapahit menjadi modal kemajuan bangsa Indonesia dengan atau tanpa Budaya Majapahit Lama. Dengan melihat kondisi kekinian dan dalam suasana Globalisasi, tentu dibutuhkan "Majapahit Baru dan "Pajajaran Anyar".. Penyebutan dua Kerajaan masa lalu ini sebagai simbol bersatunya Nusantara. Seperti kita ketahui bahwa selama masa kejayaan Majaphit dengan luasnya wilah kekuasaan, minus Pajajaran. Kerajaan Pajajaran tidak berada dalam wilayah Kemandalaan/Kerajaan Majapahit. Jadi besarnya masa kejayaan Indonesia di masa Depan perlu menyatukan Majapahit dan Pajajaran secara simbolis dalam satu tempat di Jawa Barat yaitu Majalengka.
Silahkan simak video di bawah ini
Hatur nuhun
Rahayu
Comments
Post a Comment