Raja-raja Jawa dan Sunda Keturunan Dewa atau Nabi?
[Historiana] - Kajian menarik dalam salah satu sisi sejarah dan budaya bangsa dengan menelusuri kerjaan-kerajaan Nusantara. Dalam artikel ini difokuskan membahas kerajaan yang ada di Pulau Jawa yaitu raja-raja Jawa dan Sunda di masa lampau. Lebih menarik lagi, bila meneliti dan mengkaji rundayan carita atau pancakaki dalam bahasa Indonesia disebut sebagai silsilah. Silisilah ini ada yang mengaitkannya dengan dewa-dewa lalu dikaitkan dengan nabi-nabi. mengapa bisa begitu?
Silsilah raja-raja Jawa dan Sunda biasanya ditulis dalam Naskah babad atau Serat. Naskah yang berisi silsilah ini digunakan para raja sebagai alat legitimasi kekuasaannya. Dengan demikian ia mewakili kuasa Tuhan sekaligus di dunia ini.
Menurut Ekadjati (1988: 9), naskah yang berisi silsilah, sejarah leluhur, dan sejarah daerah pada masanya merupakan pegangan kaum bangsawan. Selain itu, naskah tersebut juga menjadi alat legitimasi bagi raja yang berkuasa. Pada masa lalu raja-raja di tanah Jawa dikenal gemar sekali memamerkan silsilah atau asal-usul garis keturunannya sebagai alat legitimasi untuk melanggengkan kekuasa-annya. Namun, kini fungsi tersebut mengalami proses pelunturan, bahkan tidak berfungsi lagi.
Paham kekuasaan religius bahwa adalah hakikat kekuasaan, kekuasaan politik disini bersifat adikodrati dan adimanusiawi, yang berasal dari alam ghaib atau termasuk yang ilahi (Suseno. 2015). Legitimasi yang dibutuhkan bukan legitimasi etis, melainkan legitimasi religius. Raja meunjukkan bahwa kekuasaan yang ia miliki religius bersifat ilahiah dan adikodrati.
Kekuasaan dikatkan Silsilah Dewa-dewa dan Nabi-nabi
Uraian daftar silsilah raja di tanah Jawa, baik kerajaan Jawa Tengah atau Jawa Timur maupun kerajaan tatar Sunda (Jawa Barat-Banten) berkaitan dengan sistem religi dan kepercayaan. Ketika para raja menganut agama Hindu/Budha, silsilah dikaitkan dengan para dewa.
Ketika masa kekuasaan raja-raja Jawa dan Sunda dipengaruhi agama Islam, silsilah pun berubah. Tidak lagi dikaitkan dengan dewa-dewa tetapi dikaitkan dengan nabi-nabi. Upaya mengaitkan diri para penguasa dengan para nabi ini dengan tujuan melanggengkan kekuasaan melalui legitimasi religi.
Contoh di Kerajaan mataram islam. Salah satu contoh penerapan kekuasaan religius dalam paham tradisional masyarakat Jawa. Pada masa kekuasaan Mataram dipimpin Sutawijaya yang merupakan anak Ki Ageng Pamanahan perintis Kerajaan Mataram, menurut Naskah babad adalah keturunan Brawijaya V Raja terakhir Majapahit.Sedangkan ibunya turunan Sunan Giri anggota Wali Sanga. Inilah upaya para pujangga dalam mengkultuskan raja-raja Kesultanan Mataram sebagaim orang istimewa dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam.
Kisah yang sama juga terdapat di tatar Pasundan. Dalam Naskah Purwaning Jagat, kisah raja-raja di tatar Sunda beserta silsilahnya yang dirunut dari mulai Nabi Adam. Kisah raja-raja di tatar Sunda yang tertuang dalam teks Purwaning Jagat bermula dari silsilah Nabi Adam sampai Nabi Muhammad kemudian silsilah dari Nabi Muhammad ke raja-raja di tatar Sunda. Cerita yang dikisahkan di antaranya ten-tang banjir besar di zaman Nabi Nuh juga tentang kekalahan Pajajaran. Silsilah dari putra Nabi Nuh: Bagan 1. Silsilah dari Putra Nabi Nuh sampai kepada Putra Ratu Permana.
Naskah Purwaning Jagat berbahan daluang yang beraksara Pegon dan berbahasa Jawa. Naskah ini merupakan naskah gulung dengan panjang 6 m 33 cm; dan lebar 18,3 cm, dengan ruang tulisan bolak-balik (recto-verso). Naskah ini tersusun atas 421 baris di halaman muka (a); dan 294 baris di halaman belakang (b). Pada halaman b terdapat ruang tulisan yang kosong sepanjang 85 cm.
Naskah ini didapatkan dari Makam Prabu Geusan Ulun Legok Kolot. Naskah ini diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi yang menjadi kuncen makam tersebut. Naskah ini disimpan di rumah kuncen dalam sebuah bilah bambu wulung.
Naskah PJ berisi mengenai silsilah kerajaan Sumedang Larang dan Cirebon. Mungkin alasannya karena ada kesamaan religi saat itu.
Kedudukan raja sebagai kaum mènak merupakan elite politik yang memegang birokrasi pemerintahan dan pejabat dengan status serta otoritas tertinggi sekaligus memiliki hak istimewa, seorang panutan yang harus diperlakukan seperti dewa (Lubis, 1998: 2-3). Seiring dengan perkembangan zaman, tulisan berupa silsilah menjadi bukti tertulis seseorang dengan keturunannya, dan juga untuk menghargai para leluhur mereka. Oleh karena itu, naskah PJ memiliki peran sebagai sumber informasi yang menunjuk-kan hubungan genealogi. Sementara fungsi dari naskah PJ itu sendiri ditinjau berdasarkan isi yang terkandung di dalamnya adalah sebagai naskah berisi sejarah yang dapat memberi informasi tentang peristiwa leluhur orang Sunda.
Silsilah raja-raja Jawa dan Sunda biasanya ditulis dalam Naskah babad atau Serat. Naskah yang berisi silsilah ini digunakan para raja sebagai alat legitimasi kekuasaannya. Dengan demikian ia mewakili kuasa Tuhan sekaligus di dunia ini.
Menurut Ekadjati (1988: 9), naskah yang berisi silsilah, sejarah leluhur, dan sejarah daerah pada masanya merupakan pegangan kaum bangsawan. Selain itu, naskah tersebut juga menjadi alat legitimasi bagi raja yang berkuasa. Pada masa lalu raja-raja di tanah Jawa dikenal gemar sekali memamerkan silsilah atau asal-usul garis keturunannya sebagai alat legitimasi untuk melanggengkan kekuasa-annya. Namun, kini fungsi tersebut mengalami proses pelunturan, bahkan tidak berfungsi lagi.
Paham kekuasaan religius bahwa adalah hakikat kekuasaan, kekuasaan politik disini bersifat adikodrati dan adimanusiawi, yang berasal dari alam ghaib atau termasuk yang ilahi (Suseno. 2015). Legitimasi yang dibutuhkan bukan legitimasi etis, melainkan legitimasi religius. Raja meunjukkan bahwa kekuasaan yang ia miliki religius bersifat ilahiah dan adikodrati.
Kekuasaan dikatkan Silsilah Dewa-dewa dan Nabi-nabi
Uraian daftar silsilah raja di tanah Jawa, baik kerajaan Jawa Tengah atau Jawa Timur maupun kerajaan tatar Sunda (Jawa Barat-Banten) berkaitan dengan sistem religi dan kepercayaan. Ketika para raja menganut agama Hindu/Budha, silsilah dikaitkan dengan para dewa.
Ketika masa kekuasaan raja-raja Jawa dan Sunda dipengaruhi agama Islam, silsilah pun berubah. Tidak lagi dikaitkan dengan dewa-dewa tetapi dikaitkan dengan nabi-nabi. Upaya mengaitkan diri para penguasa dengan para nabi ini dengan tujuan melanggengkan kekuasaan melalui legitimasi religi.
Contoh di Kerajaan mataram islam. Salah satu contoh penerapan kekuasaan religius dalam paham tradisional masyarakat Jawa. Pada masa kekuasaan Mataram dipimpin Sutawijaya yang merupakan anak Ki Ageng Pamanahan perintis Kerajaan Mataram, menurut Naskah babad adalah keturunan Brawijaya V Raja terakhir Majapahit.Sedangkan ibunya turunan Sunan Giri anggota Wali Sanga. Inilah upaya para pujangga dalam mengkultuskan raja-raja Kesultanan Mataram sebagaim orang istimewa dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam.
Kisah yang sama juga terdapat di tatar Pasundan. Dalam Naskah Purwaning Jagat, kisah raja-raja di tatar Sunda beserta silsilahnya yang dirunut dari mulai Nabi Adam. Kisah raja-raja di tatar Sunda yang tertuang dalam teks Purwaning Jagat bermula dari silsilah Nabi Adam sampai Nabi Muhammad kemudian silsilah dari Nabi Muhammad ke raja-raja di tatar Sunda. Cerita yang dikisahkan di antaranya ten-tang banjir besar di zaman Nabi Nuh juga tentang kekalahan Pajajaran. Silsilah dari putra Nabi Nuh: Bagan 1. Silsilah dari Putra Nabi Nuh sampai kepada Putra Ratu Permana.
Naskah ini didapatkan dari Makam Prabu Geusan Ulun Legok Kolot. Naskah ini diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi yang menjadi kuncen makam tersebut. Naskah ini disimpan di rumah kuncen dalam sebuah bilah bambu wulung.
Naskah PJ berisi mengenai silsilah kerajaan Sumedang Larang dan Cirebon. Mungkin alasannya karena ada kesamaan religi saat itu.
Kedudukan raja sebagai kaum mènak merupakan elite politik yang memegang birokrasi pemerintahan dan pejabat dengan status serta otoritas tertinggi sekaligus memiliki hak istimewa, seorang panutan yang harus diperlakukan seperti dewa (Lubis, 1998: 2-3). Seiring dengan perkembangan zaman, tulisan berupa silsilah menjadi bukti tertulis seseorang dengan keturunannya, dan juga untuk menghargai para leluhur mereka. Oleh karena itu, naskah PJ memiliki peran sebagai sumber informasi yang menunjuk-kan hubungan genealogi. Sementara fungsi dari naskah PJ itu sendiri ditinjau berdasarkan isi yang terkandung di dalamnya adalah sebagai naskah berisi sejarah yang dapat memberi informasi tentang peristiwa leluhur orang Sunda.
Membaca dengan Kearifan Lokal
Teks-teks yang berisi kisah raja-raja di tanah Jawa dan tatar Sunda beserta silsilahnya yang dirunut dari mulai Nabi Adam atau para Dewa. Sejarah yang berisi kisah dan silsilah keturunan raja-raja merupakan suatu hal yang perlu untuk diketahui karena dengan mengetahui silsilah leluhur kita dapat mengerti peristiwa pemerintahan dan keluarga raja yang sudah lampau sebagai gambaran dan menjadi pedoman bagi suatu bangsa untuk melangkah dari kehidupan masa kini ke masa yang akan datang. Menurut Achadiati (dalam Fathurahman, 2015: 12) dengan mengetahui sejarah raja-raja di masa lampau dapat memperkaya pengetahuan sosial budaya, yang pada gilirannya memberikan pencerahan bagi pengenalan jati diri bangsa. Kajian mengenai berbagai peristiwa yang terkait dengan asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat dan bangsa pada masa lampau sangat berguna untuk menjadi pelajaran dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa karena di dalamnya digambarkan kemegahan atau keunggulan dan nilai-nilai untuk ditransformasikan kepada generasi muda sehingga melahirkan generasi bangsa yang unggul dan penuh kearifan.Referensi
- Atja, Drs. Didi Suryadi. 1972. "Transkripsi dan Terjemahan Kitab Waruga Jagat". Bandung: Lembaga Kebudayaan Universitas Padjadjaran.
- Ekadjati, Edi S. 2005. "Kebudayaan Sunda". Jakarta: Dunia Pustaka Jaya & UNPAD PRESS.
- Ekadjati, Edi S dan Undang A. Darsa. 2002. "Katalog Induk Naskah Nusantara Koleksi Lima Lembaga". Bandung: Yayasan Obor Indonesia.
- Lubis, Nina Herlina. 1998. "Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942". Bandung: Pusat Informasi Kebudayaan Sunda.
- Suseno, Frans Magnis. 2015."Etika Politik". Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Teeuw, A. 2003. "Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Ilmu Sastra". Jakarta: Pustaka Jaya.
Comments
Post a Comment